[Essai LPDP] Mengawal Pertanggungjawaban Pelaksanaan atas APBN untuk Kualitas Belanja Negara yang Lebih Baik

Menjadi sebuah hal yang saya syukuri hingga sekarang ini bahwa bidang pekerjaan yang saya jalani masih dalam satu area cakupan yang sama dengan apa yang telah saya pelajari selama ini. Saya menjalani pendidikan tinggi pada ranah keilmuan akuntansi dan sekarang juga bekerja pada bidang akuntansi. Pada pendidikan diploma saya belajar terkait dasar-dasar akuntansi di PKN STAN yang berlanjut pada pendidikan sarjana pada jurusan akuntansi di Universitas Brawijaya.

Hal terkait laporan keuangan yang sangat identik dengan akuntansi juga sudah saya geluti dalam pekerjaan. Pada tahun 2012-2015 saya bertugas untuk menyusun Laporan Keuangan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Painan sebagai salah satu satuan kerja pada Kementerian Keuangan dan di tahun selanjutnya saya ditugaskan untuk menyusun Laporan Keuangan Unit Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara Daerah sampai dengan tahun 2016. Seusainya pendidikan sarjana, saya dipindahkan pada unit yang secara khusus bertugas untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), yaitu pada Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang.

Belajar dan bekerja terkait akuntansi merupakan hal yang ingin saya lanjutkan lagi agar terbentuk spesialisasi keahlian dan kemampuan pada diri saya. Melalui beasiswa LPDP, saya berharap dapat berkontribusi dengan lebih besar lagi. Dengan komitmen untuk melanjutkan pekerjaan saya pada penyusunan LKPP sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), meneruskan keberlanjutan hasil penelitian tesis, dan lebih berperan dalam efektivitas penyusunan regulasi terkait akuntansi pemerintah, semoga semuanya dapat terealisasi dengan diterimanya saya sebagai awardee dari program LPDP.    

Mengawal Pertanggungjawaban Pelaksanaan atas APBN untuk Kualitas Belanja Negara yang Lebih Baik

APBN merupakan alat utama dalam mengimplementasikan kebijakan fiskal dan sekaligus sebagai pedoman penganggaran pada Pemerintah Pusat. Tahun 2023 ini sudah dialokasikan belanja negara sebesar Rp3.061,17 Triliun, tahun sebelumnya telah direalisasikan sebesar Rp3.090,8 Triliun (2022), Rp2.786,4 Triliun (2021), dan Rp2.595,5 Triliun (2020). Angka belanja yang rata-rata terus meningkat setiap tahunnya dirancang secara ekspansif untuk mengakomodasi tekanan terhadap perekonomian.

APBN berhubungan sangat erat dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Ditetapkannya APBN menandai awal dari siklus pengelolaan keuangan negara yang bersambung hingga menjadi LKPP pada akhir siklus dan terus berlanjut kembali setiap tahunnya. Pemerintah berkewajiban untuk menyusun LKPP sebagai dasar pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang juga nantinya dijadikan sebagai substansi dari Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (RUU P2 APBN). Tugas penyusunan LKPP dan RUU P2 APBN ini berada pada unit tempat saya bekerja sekarang ini, yaitu Direktorat Akuntansi dan Pelaporan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Penyusunan LKPP dan RUU P2 APBN menjadi tugas setiap tahunnya bagi unit tempat saya bertugas. Saya bertugas untuk melakukan kompilasi atas draf LKPP dan RUU yang disampaikan dari unit teknis lainnya. Selain sebagai kompilator, tugas kami juga meliputi reviewer/editor atas draf tersebut untuk naik secara berjenjang hingga ditandatangani oleh Menteri Keuangan. Tugas yang lebih berat dari unit saya yaitu sebagai penghubung komunikasi dengan tim pemeriksa LKPP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Proses pemenuhan kebutuhan dokumen baik secara administrasi maupun substansi, pembahasan dan diskusi mengenai temuan pemeriksaan atau rekomendasi perbaikan, penyiapan bahan pimpinan, dan tugas-tugas lainnya dilakukan secara intensif untuk penyelesaian LKPP maupun RUU P2 APBN. Tidak hanya itu saja, saya juga bertugas untuk melakukan monitoring tindak lanjut rekomendasi BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPP setiap tahunnya secara periodik berkoordinasi dengan unit lainnya di Kementerian Keuangan.

Saya telah menjalani dan mengikuti proses penyusunan LKPP dan RUU P2 APBN ini sejak ditugaskan menjadi pelaksana pada Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada tahun 2019. Saat itu, saya mulai dilibatkan untuk penyelesaian RUU P2 APBN Tahun 2018 dan terus berlanjut hingga sekarang ini memasuki penyusunan RUU P2 APBN Tahun 2022. Capaian kualitas opini laporan keuangan yang terbaik, yaitu WTP, diperoleh dengan perjuangan dan kerja tim yang solid dari internal Kementerian Keuangan dan koordinasi yang baik bersama pihak eksternal.

Pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang merupakan opini terbaik atas LKPP selama 7 kali berturut-turut bukan hal yang mudah untuk dipertahankan. Pemerintah masih mendapatkan banyak catatan dari pemeriksa keuangan negara, yaitu BPK. Pada LHP LKPP Tahun 2022, terdapat 16 temuan pemeriksaan terkait kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan 48 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah.

Salah satu temuan dalam LHP LKPP Tahun 2022 yaitu penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja pada 78 Kementerian Negara/Lembaga (KL) minimal sebesar Rp16,39 triliun belum sepenuhnya sesuai Ketentuan. Permasalahan ini termasuk temuan yang berulang dari tahun-tahun sebelumnya dan angka temuannya mengalami peningkatan.  BPK menilai terdapat permasalahan serupa pada 80 KL dengan minimal nilai Rp12,52 triliun pada tahun 2021 dan Rp15,58 triliun pada tahun 2020. Masih tingginya angka temuan belanja negara mengindikasikan diperlukannya monitoring evaluasi berkelanjutan disertai dengan perbaikan regulasi atau kebijakan yang dapat meminimalkan ketidaksesuaian dalam belanja negara.

BPK dalam menyoroti permasalahan ini memberikan rekomendasi kepada Pemerintah untuk memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja. Perbaikan mekanisme ini memerlukan kajian lebih lanjut dan dibahas dengan unit-unit terkait pada Kemenkeu selaku penyusun regulasi belanja negara. Untuk dapat memberikan masukan dan kontribusi untuk penyelesaian atas tindak lanjut rekomendasi ini, diperlukan wawasan lebih luas lagi dengan mengambil contoh terbaik (best practise) dari negara lain atau entitas pelaporan lainnya dengan tipe yang berbeda (contoh: Pemerintah Daerah, BUMN, sektor swasta, dan lainnya).

Untuk dapat menganalisis dan mengkaji lebih lanjut terkait temuan pemeriksaan pengelolaan belanja dan dampaknya terhadap kualitas LKPP, saya perlu untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi agar dapat lebih mendalami pemahaman tentang akuntansi pemerintah khususnya terkait pelaporan keuangan. Pemahaman mengenai proses akuntansi sektor publik dan bagaimana pengelolaan kebijakan publik untuk dituangkan dalam laporan keuangan perlu lebih saya pertajam lagi. Melalui pendidikan lanjutan ini, saya berharap dapat menghubungkan apa yang selama ini telah saya ketahui pada akuntansi sektor publik dengan disiplin ilmu terkait.

Dalam melanjutkan program pascasarjana saya, saya berencana untuk mengambil magister akuntansi yang sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan sekarang ini. Dengan latar pendidikan diploma dan sarjana jurusan akuntansi dan didukung oleh pengalaman kerja di bidang akuntansi sektor publik, saya yakin untuk memilih program Magister Akuntansi sebagai pendidikan lanjutan.

Dengan studi lanjutan ini, apa yang nantinya telah saya pelajari dapat memberikan kontribusi perbaikan mekanisme dalam mengawal pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang dituangkan dalam LKPP setiap tahunnya. Lebih khusus dengan hasil dari topik penelitian terkait permasalahan kualitas belanja negara yang belum sepenuhnya sesuai ketentuan, semoga bisa menjadi salah satu alternatif solusi untuk kualitas belanja negara yang lebih baik. 

Komitmen Kembali ke Indonesia: Menyusun Laporan Keuangan yang Semakin Berkualitas

Harapan saya dengan dukungan dari Beasiswa LPDP, saya dapat melanjutkan pendidikan pascasarjana Magister Akuntansi. Dengan pendidikan lanjutan ini, saya berkomitmen untuk dapat menerapkan hasil pembelajaran selama perkuliahan nantinya pada penyusunan LKPP dan RUU P2 APBN yang sangat memerlukan pemahaman lebih mendalam terkait akuntansi sektor publik. Setelah selesai pendidikan lanjutan, saya akan kembali bekerja pada instansi saya dan lebih aktif berkontribusi untuk penyusunan laporan keuangan yang semakin berkualitas dan mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Pada aplikasi pendaftaran Beasiswa LPDP ini, saya mengajukan untuk dapat menempuh pendidikan Magister Akuntansi di Universitas Indonesia (UI). Saat ini saya sudah memperoleh Letter of Acceptance (LoA) dari UI pada semester gasal tahun 2023/2024, namuan proses penundaan kuliah untuk periode selanjutnya masih berlangsung saat pengumpulan form pendaftaran LPDP.

UI saat ini merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia dengan para alumninya yang telah terlibat langsung dalam pengelolaan keuangan negara, seperti Ibu Sri Mulyani Indrawati, Bapak Suahasil Nazara, dan Bapak Febrio Nathan Kacaribu  yang menjadi pimpinan tinggi pada Kementerian Keuangan. Beberapa dosen pengajar Magister Akuntansi UI juga berperan sebagai anggota Ketua Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) yang mengatur mengenai regulasi akuntansi pemerintah di Indonesia yaitu Ibu Dwi Martani dan Ibu Ratna Wardhani.

Dengan kredibilitas peringkat dan dosen berkualitas di UI pada bidang sektor publik, saya berharap dapat menambah wawasan dan keilmuan tentang bagaimana seharusnya tata kelola pemerintahan yang tepat sesuai teori. Hal yang menarik dari program Magister Akuntansi UI, terdapat peminatan khusus untuk akuntansi sektor publik yang sesuai dengan bidang yang saya geluti. Melalui paket mata kuliah yang ada pada peminatan tersebut, hal ini dapat mendukung saya untuk menyelesaikan tesis dengan rencana topik penelitian terkait perbaikan mekanisme pengelolaan belanja negara untuk lebih berkualitas.

Pada Magister Akuntansi UI peminatan akuntansi sektor publik, akan dipelajari mata kuliah seperti pengelolaan sumber daya dan kinerja sektor publik, pengauditan sektor publik, e-government dan tata kelola sektor publik, dan lainnya. Hal ini sangat berguna untuk memperkaya ilmu saya dalam praktik pengelolaan keuangan negara yang juga menjadi fokus dalam akuntansi sektor publik. Saya akan mempelajari dari segi teori bagaimana seharusnya Pemerintah mengelola sumber dayanya untuk kinerja yang terbaik dengan mengoptimalkan realisasi belanja negara yang ada pada APBN. Dengan belajar pengauditan sektor publik juga akan menambah wawasan saya untuk melihat dari sudut pandang auditor, sehingga dapat mengusulkan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya permasalahan dalam belanja negara.

Sebagaimana yang saya angkat permasalahan terkait pengelolaan belanja pada awal tulisan ini, topik ini menjadi rencana penelitian saya nantinya untuk dikembangkan lebih lanjut berdasarkan teori dan data yang tersedia. Dengan metode dan proses pembelajaran pada Magister Akuntansi UI yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan belajar secara berkelanjutan (learning to learn) serta menganalisis dan mengevaluasi situasi atau kasus (case-based study), hal ini akan sangat mendukung penyelesaian penelitian saya.

Rencana Pasca Studi: Keberlanjutan Hasil Penelitian

Setelah selesai studi nantinya, saya akan membawa hasil penelitian kepada pimpinan Kementerian Keuangan. Laporan studi yang saya sampaikan tidak hanya sebagai formalitas saja, tetapi juga saya upayakan untuk menjadi perhatian bagi pimpinan dan pengampu kebijakan terkait dengan topik dan hal-hal yang saya pelajari semasa perkuliahan magister. Pada instansi saya, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dengan adanya sarana publikasi penelitian yaitu Indonesian Treasury Review (ITRev) dan Jurnal Manajemen Perbendaharaan (JMP), menjadi kesempatan bagi saya untuk lebih menyebarkan hasil penelitian untuk menjadi perhatian lebih lanjut. Saya akan mendaftarkan hasil penelitian untuk dapat diusulkan dalam publikasi penelitian tersebut.  

Dari data historis penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK RI dalam LHP LKPP setiap tahunnya, saya akan menganalisis lebih lanjut dengan mengolah dan mencari tema-tema apa saja yang berulang dan menjadi signifikan. Tema yang berulang dan signifikan akan dianalisis faktor-faktor penyebabnya dan kesesuaian langkah penyelesaiannya dibandingkan dengan peraturan dan teori-teori terkait pada akuntansi sektor publik. Dengan hasil analisis ini akan menyimpulkan perbaikan apa saja yang dapat dilakukan Pemerintah dalam jangka panjang sebagai bentuk lesson learned dan memitigasi munculnya temuan pemeriksaan berulang.

Harapannya dengan analisis-analisis yang saya lakukan nantinya pasca studi lanjutan, hal ini akan menjadikan saya lebih siap untuk menjadi spesialis di bidang akuntansi pemerintah. Kemampuan dan keahlian ini akan diwujudkan dalam bentuk tulisan-tulisan untuk publik terkait LKPP dan RUU P2 APBN supaya lebih banyak masyarakat mengetahui bagaimana siklus pengelolaan keuangan negara hingga sampai bagian akhirnya yaitu laporan keuangan. Dengan semakin banyak masyarakat yang memahami bagaimana pengelolaan keuangan negara dilakukan, maka pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dapat dikawal menjadi lebih baik lagi dan terwujud dalam laporan keuangan yang semakin berkualitas.

Rencana Kontribusi: Berperan dalam Penyusunan Regulasi yang Lebih Efektif

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, unit saya bekerja saat ini, merupakan bagian dari Kantor Pusat Kementerian Keuangan yang secara tugas pokok dan fungsi melakukan penyusunan kebijakan, norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan. Dengan posisi yang strategis sebagai regulator (penyusun kebijakan), unit saya mempunyai andil yang sangat berpengaruh atas perkembangan akuntansi pemerintah pada saat ini dan masa mendatang.

Berbagai temuan pemeriksaan yang disampaikan BPK atas LKPP menjadi catatan yang harus diperhatikan Pemerintah dan menjadi bahan perbaikan regulasi untuk diatur lebih baik sebagai langkah tindak lanjut. Dengan monitoring progres penyelesaian tindak lanjut rekomendasi BPK yang menjadi salah satu tugas yang saya lakukan dan dilakukan analisis lanjutan, hal ini menjadi bahan yang penting untuk perbaikan regulasi terkait pelaporan keuangan Pemerintah. Saya akan lebih terlibat dengan wawasan yang lebih mumpuni berdasarkan apa yang telah dipelajari semasa perkuliahan dan mampu mengusulkan perbaikan-perbaikan yang diharapkan berdampak signifikan untuk menindaklajuti rekomendasi temuan BPK.

Dalam hal khusus terkait pengelolaan belanja negara, diperlukan langkah strategi sebagai upaya Pemerintah untuk mengantisipasi tidak terjadinya temuan pemeriksaan berulang oleh BPK. Hasil penelitian saya semoga menjadi bentuk kontribusi untuk merumuskan langkah-langkah yang perlu dilakukan dan menjadi bahan untuk penyusunan regulasi yang lebih baik ke depannya. Semoga dengan bentuk kontribusi yang saya rencanakan ke depannya ini dapat memberikan sumbangsih untuk dapat mengambil peran dalam reformasi APBN dengan kualitas belanja negara yang semakin meningkat pada era selanjutnya.

Ditulis dalam rangka submit aplikasi pendaftaran Beasiswa Magister Dalam Negeri Targetted PNS/TNI/Polri LPDP Tahun 2023 Tahap 2

Pentingnya Peranan Fasilitator Komunikasi dalam Mendukung Kualitas Laporan Keuangan

Dalam proses pemeriksaan/audit atas laporan keuangan, terdapat dua pihak yang saling berinteraksi. Pada satu sisi yang menjadi auditee adalah pihak yang melakukan penyusunan laporan keuangan yang diaudit oleh auditor. Di sisi lainnya terdapat auditor/pemeriksa yang melakukan serangkaian prosedur pengujian untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam rangka penerbitan opini. Kedua belah pihak melakukan interaksi dan bertukar informasi selama berlangsungnya proses pemeriksaan.

Waktu yang sangat terbatas dalam proses pemeriksaan sangat memengaruhi berlangsungnya komunikasi antara auditor dan auditee. Pada proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor memulai proses pemeriksaan pada bulan Maret dan berakhir pada bulan Mei setiap tahunnya.

Pada selang waktu ini, hampir sering dilakukan rapat antara Kemenkeu selaku perwakilan Pemerintah Pusat dengan BPK baik itu terkait ekspose/paparan kebijakan-kebijakan baru, konfirmasi atas data/dokumen, pembahasan konsep temuan, dan pertemuan lainnya.
Untuk dapat memastikan proses komunikasi antara auditor dan auditee khususnya terkait dalam penyusunan LKPP, diperlukan peranan fasilitator. Fasilitator bertugas sebagai perantara dalam hal komunikasi dengan mengatur agenda pertemuan, arus data dan dokumen yang disiapkan oleh unit terkait pada Kemenkeu disinergikan dengan kebutuhan pihak auditor.

Mengingat waktu yang sangat sempit bagi auditor BPK, BPK mengharapkan agar Pemerintah dapat menyelesaikan item-item dalam kesepakatan jadwal penyusunan dan pemeriksaan LKPP secara tepat waktu. Tugas fasilitator memantau dan memonitoring pelaksanaan jadwal ini berlangsung dengan baik.

Saya bertugas untuk fasilitator ini selama sekitar 3 tahun sekarang ini sejak bertugas di Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Dalam melaksanakan tugas ini, saya tentunya sangat belajar dari para senior yang sebelumnya memandu saya teknis pekerjaan ini. Tugas sebagai fasilitator sekilas terlihat sebagai tugas yang sederhana, tetapi fungsi ini vital karena sebagai penghubung dan sudah diatur dalam peraturan terkait tugas pokok dan fungsi pada unit saya. Saya harus memastikan untuk memahami pertanyaan-pertanyaan dan kebutuhan permintaan yang disampaikan oleh BPK dan mengoordinasikan dengan unit yang tepat. Sebelum menyampaikan kepada BPK, tentunya tetap pelaksanaan tugas dimonitor dan dilakukan reviu terlebih dahulu oleh atasan langsung saya.

Hal yang menjadi tantangan saat menjalankan tugas ini pertama kalinya adalah menentukan koordinasi dengan unit yang mana dan bagaimana cara untuk dapat berkomunikasi dengan pihak tersebut. Hubungan yang telah terjalin dari para senior yang sebelumnya sudah berjalan baik perlu dipertahankan. Tidak mudah untuk menjalani peran ini saat sebelumnya saya masih membawa pengalaman saya dari daerah yang jarang bersinggungan dengan banyak unit sekaligus. Dalam sekali waktu yang terbatas, saya harus mengumpulkan informasi, merangkumnya, dan menyampaikannya kepada pimpinan dan/atau BPK.

Dalam proses penyusunan LKPP, tidak berhenti pada diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang memuat opini dari BPK. Rekomendasi-rekomendasi yang BPK sebutkan dalam BPK perlu untuk ditindaklanjuti secara periodik dan disepakati bersama status penyelesaiannya. Pertemuan secara periodik inilah yang menjadi rutinitas untuk saya siapkan dan koordinasikan dengan unit terkait. Pada forum ini, bahan rapat saya siapkan, kompilasi progres tindak lanjut rekomendasi juga disampaikan kepada BPK, sampai pada mengatur agenda pertemuan tersebut, sehingga diperlukan juga pemahaman mumpuni atas progres apa yang telah disampaikan oleh unit yang bertanggungjawab.

Peran sebagai fasilitator ini saya jalankan dengan profesional sesuai arahan dari para pimpinan. Hal ini juga didukung dengan kerjasama yang baik pada internal unit maupun eksternal dengan pihak lainnya. Dari pengalaman-pengalaman saya, keteladanan ini yang terlihat dan semoga bisa menjadi contoh yang baik bagi rekan-rekan sejawat pada unit saya. Keteladanan yang saya dapat sampaikan adalah untuk mengkomunikasikan dan menjadi penghubung antarpihak dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan baik.

Dalam melaksanakan tugas sebagai fasilitator, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, menjadi fasilitator memerlukan kesiapsiagaan yang lebih. Apabila ada dokumen yang dibutuhkan atau perlu disampaikan segera, maka saya harus siap menindaklanjutinya. Jika menunda, akan ada konsekuensi keterlambatan informasi yang membutuhkan tindak lanjut segera, sehingga waktunya menjadi semakin sempit. Hal ini membuat tak jarang bekerja melampaui waktu kerja normalnya dengan malam hari ataupun akhir pekan terpaksa untuk harus menyediakan waktu untuk bekerja.

Pada proses pemeriksaan atas LKPP Tahun 2022, Pemerintah harus memberikan tanggapan atas Konsep Temuan Pemeriksaan yang disampaikan setelah BPK menilai data dan dokumen dengan status unaudited dari Pemerintah. Tanggapan ini perlu dikumpulkan dari seluruh unit terkait di Kemenkeu dan juga melibatkan unit lainnya seperti Kementerian/Lembaga, BUMN, dan lainnya. Saya beserta rekan satu seksi bersama menyusun kompilasi. Untuk melakukan kompilasi, perlu mencermati bagian-bagian mana yang menjadi sorotan dan dipastikan sesuai konteks yang diminta oleh BPK. Kecermatan dan ketelitian menjadi keharusan bagi saya dan tim dalam proses menyusun tanggapan atas Konsep Temuan Pemeriksaan. Selain itu, proses ini juga akan berulang untuk penyusunan Konsep Hasil Pemeriksaan, Penjelasan/Jawaban atas Tindak Lanjut Rekomendasi BPK, dan monitoring/progresnya secara berkala.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh Pemerintah selama 6 kali berturut-turut sejak LKPP Tahun 2016 merupakan sebuah prestasi yang membanggakan. Dengan opini WTP, BPK telah mengakui bahwa Pemerintah telah memenuhi kriteria dalam kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Keterlibatan saya dalam proses penyusunan dan pemeriksaan LKPP mulai pada LKPP Tahun 2019 hingga sekarang. Perjuangan untuk mempertahankan opini WTP LKPP dilakukan dengan sinergi dan koordinasi yang solid baik itu internal maupun eksternal dari unit tempat saya bertugas.

Dengan peran sebagai fasilitator, saya mendapatkan banyak pelajaran untuk berkomunikasi. Dalam menghubungkan kebutuhan antara banyak unit yang berbeda, keharmonisan adalah hal yang penting untuk dijaga. Hubungan antarunit selalu ditekankan oleh pimpinan tempat saya bertugas untuk selalu disinergikan, baik itu untuk internal Pemerintah maupun eksternal seperti BPK dan juga DPR. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara tidak hanya berhenti dengan disusunnya LKPP, tetapi juga berlanjut sampai ditetapkannya Undang-undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2 APBN).

Nilai sinergi merupakan salah satu nilai Kemenkeu terasa nyata bagi saya saat menjalankan peran ini. Hal ini juga selaras dengan nilai harmoni sebagai bagian dari jargon DJPb Handal, yang berarti memiliki komunikasi yang baik, rasa saling percaya, dan sikap menghargai perbedaan, untuk bersama-sama menjalankan tugas demi tercapainya visi dan misi organisasi. Relasi yang baik membuahkan koordinasi yang baik dan ini sangat berpengaruh atas kinerja unit saya.

Pada unit saya, terdapat 2 Indikator Kerja Utama (IKU) yang telah tercapai dengan baik pada tahun 2022. IKU ini menjadi tugas yang berkaitan erat dengan komunikasi eksternal yang dilakukan dengan BPK. Yang pertama, IKU Indeks opini BPK atas LKPP, yang ditargetkan untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan indeks 4, telah dicapai selama enam kali berturut-turut sampai dengan LKPP Tahun 2021.

Tercapainya opini WTP merupakan prestasi yang dipertahankan oleh Pemerintah untuk akuntabilitas dan transparansi pelaporan keuangan melalui komunikasi intens antara Pemerintah dan BPK. Yang kedua yaitu IKU Persentase rekomendasi BPK atas LKPP dan LK BUN yang telah ditindaklanjuti, IKU ini mencerminkan pelaksanaan monitoring tindak lanjut rekomendasi BPK yang telah selesai dipenuhi oleh Pemerintah. Dari target tahun 2022 sebesar 89,5%, telah tercapai realisasi sebesar 95,48% dengan porsi LKPP menyumbang sebesar 98%. Perhitungan persentase dari jumlah rekomendasi BPK yang sudah dinyatakan sesuai selama tahun 2022 dan diusulkan sesuai di akhir tahun 2022 sebanyak 49 rekomendasi dibagi dengan jumlah rekomendasi outstanding pada awal tahun 2022 dan LHP LKPP Tahun 2022 sebanyak 50 rekomendasi. Hal ini mengindikasikan kesepakatan yang efektif antara Pemerintah dan BPK dalam penentuan status rekomendasi pada LHP LKPP.

Komunikasi untuk menyampaikan informasi dan mencapai titik kesepakatan merupakan hal yang penting dan sangat mendukung dalam penyelesaian LKPP. Peran fasilitator diperlukan dalam menjembatani unit-unit terkait di Pemerintah khususnya Kemenkeu selaku auditee dengan BPK selaku auditor. Keterbatasan waktu dan dibutuhkannya koordinasi yang intens membuat tugas sebagai fasilitator menjadi tantangan tersendiri. Dengan pengalaman yang telah saya jalankan dalam mengampu peran ini, kesiapsiagaan serta kecermatan dan ketelitian menjadi lebih terasah, sehingga dapat memberikan dampak dan manfaat bagi unit saya bekerja. Keteladanan dalam bekerja juga semoga dapat menjadi contoh yang baik bagi pegawai lainnya.

Ditulis dalam rangka pemilihan pegawai teladan Direktorat APK Tahun 2023.

Keahlian Negosiasi dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan

“Let us never negotiate out of fear. But let us never fear to negotiate. (Jangan pernah kita bernegosiasi karena takut. Tapi marilah kita tidak pernah takut untuk bernegosiasi.)”, John Fitzgerald Kennedy

Dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya kita sudah terbiasa dengan praktik negosiasi. Pada lingkup keluarga saja misalnya, terdapat beberapa contoh praktis yang rupanya adalah bentuk dari suatu negosiasi. Sebagai contoh, saat anak merengek minta dibelikan mainan, orang tuanya memberikan batasan dan syarat mana mainan yang akan dibelikan. Tidak serta merta orang tua membelikan mainan yang anak inginkan, menurut teori parenting yang baik agar anak tidak manja, perlu ada batasan dan syarat untuk itu yang dikomunikasikan melalui negosiasi.

Itu adalah contoh sederhana pada kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana praktiknya negosiasi pada pemeriksaan laporan keuangan? Sama halnya dengan contoh tadi, pada dua sisi peran, yaitu penyusun laporan keuangan (manajemen) dan pemeriksa laporan keuangan (auditor), harus ada batasan dan syarat yang disepakati bersama. Negosiasi menjadi titik temu dua perbedaan pendapat yang menghasilkan suatu kesepakatan pada laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan.

Memasuki masa pemeriksaan laporan keuangan, pertemuan antara penyusun dan pemeriksa laporan keuangan semakin intens. Setelah laporan keuangan dengan status belum diperiksa (unaudited) disampaikan kepada pemeriksa, maka tim pemeriksa mempunyai wewenang untuk melakukan konfirmasi dan serangkaian pembahasan untuk pengecekan dan pengujian seluruh item pada laporan keuangan. Momen seperti rapat pembahasan temuan pemeriksaan menjadi momok tersendiri bagi penyusun laporan keuangan. Pada titik ini, penyusun laporan harus dapat menjelaskan dengan baik dan dapat mempertahankan argumen bahwa laporan yang disusun telah sesuai dengan kaidah, standar, maupun juknis yang berlaku.

Keahlian negosiasi menjadi hal yang dibutuhkan saat dilakukannya pembahasan temuan pemeriksaan. Dari segi pemeriksa, mereka harus dapat menyajikan temuan pemeriksaan yang didasarkan pada hasil penelitian yang valid dan relevan. Bukti-bukti dukung yang telah dikumpulkan diramu menjadi satu kesimpulan yang dituangkan dalam konsep temuan pemeriksaan dan disampaikan kepada penyusun laporan keuangan untuk dimintakan tanggapan. Penyusun laporan keuangan berkewajiban menanggapi konsep temuan tersebut dan tentunya juga perlu dibekali keahlian negosiasi untuk menjelaskan secara lengkap bagaimana suatu temuan itu dipandang menurut mereka.

Proses negosiasi dalam pemeriksaan laporan keuangan sangat lazim terjadi pada semua jenis laporan keuangan, tidak terkecuali pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Pada LKPP yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 untuk disusun oleh Pemerintah Pusat setiap tahunnya, terdapat juga proses negosiasi yang terjadi dalam proses pemeriksaan. Pemerintah Pusat berperan sebagai manajemen, sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi auditor yang ditugaskan untuk pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara. Pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan berusaha menjelaskan bagaimana latar belakang suatu konsep temuan pemeriksaan untuk dapat dipahami dengan baik oleh tim pemeriksa dari BPK. Pertemuan antara dua pihak dalam satu forum membahas kesepakatan inilah yang membutuhkan keahlian negosiasi tanpa terkecuali pada kedua belah pihak.

Pada LKPP Tahun 2021, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang keenam kalinya berturut-turut sejak LKPP Tahun 2016. Pencapaian ini bukan berarti hal yang mudah oleh Pemerintah untuk mempertahankannya. Dengan capaian WTP pada LKPP tahun sebelum-sebelumnya, tantangan dalam mempertahankan pada tahun selanjutnya semakin meningkat. BPK dalam menyusun konsep temuan pemeriksaan mengupayakan pendalaman atas isu-isu strategis terkait akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara dengan semakin memperluas keterkaitannya dengan kebijakan-kebijakan baru yang diambil oleh Pemerintah. Pemahaman atas kebijakan-kebijakan baru inilah yang menjadi titik krusial pada kedua belah pihak, baik Pemerintah maupun BPK, untuk mempertemukan satu persepsi yang sama. Jika terdapat perbedaan pendapat (dispute) atas suatu isu, negosiasi diperlukan untuk memastikan adanya kesepakatan.

Pemeriksaan LKPP Tahun 2021 dimulai secara resmi setelah Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan menyampaikan LKPP Tahun 2021 (Unaudited) pada Ketua BPK di acara Entry Meeting Pemeriksaan LKPP tanggal 30 Maret 2022. Jauh sebelumnya, tim pemeriksa BPK sudah melakukan serangkaian proses pemeriksaan dan menggali isu-isu yang diperkirakan sebagai konsep temuan pemeriksaan. BPK menelaah kembali temuan-temuan pada LKPP tahun sebelumnya yang menurut pemantauan masih belum sesuai dan mengangkat dampak dari kebijakan baru Pemerintah. Memasuki bulan April 2022, negosiasi menjadi hal yang sangat dominan terjadi. Hal ini tampak dari dilaksanakannya rekonsiliasi tiga pihak atau tripartit antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Keuangan, dan BPK untuk mencapai asersi final penyajian angka pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan juga Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Pada level LKPP, di akhir bulan April, diselenggarakan forum rapat pembahasan konsep temuan pemeriksaan. BPK menjelaskan apa saja yang menjadi konsep temuan pemeriksaan dan Pemerintah diharapkan untuk dapat memberikan penjelasan memadai untuk menanggapi hal tersebut.

Negosiasi menjadi keniscayaan dalam forum rapat pembahasan konsep temuan pemeriksaan. Pemerintah berupaya menjelaskan apa saja yang telah dilakukan untuk tetap menjaga kualitas laporan keuangan walaupun BPK telah menyampaikan konsep temuan pemeriksaan. Sementara itu, BPK juga bersikap objektif dan mengkritisi upaya tersebut dari segi teori, regulasi yang sudah ada, dan kelaziman praktik akuntansi di luar sektor pemerintahan. Pada LKPP Tahun 2021, BPK menyampaikan 60 (enam puluh) konsep temuan pemeriksaan dalam 9 (sembilan) tahap yang dikompilasi dari hasil pemeriksaan LKBUN, LKKL, Laporan Keuangan Kementerian Keuangan/BA015 (khusus terkait perpajakan dan bea cukai), dan juga dari entitas lain yang bersinggungan dengan Pemerintah Pusat (BI, OJK, Pemda, dan lainnya). Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, memberikan tanggapan secara tertulis dan bersama BPK membahas satu per satu dari konsep temuan tersebut.

Hasil dari pembahasan konsep temuan pemeriksaan menyaring beberapa isu strategis yang diangkat pada forum pimpinan atau High Level Meeting (HLM) untuk ditentukan kesepakatan. Forum ini menjadi negosiasi tingkat tinggi yang sangat menentukan capaian opini LKPP secara keseluruhan. Pada forum ini dirumuskan kebijakan teknis dalam jangka pendek ataupun panjang yang dilakukan oleh Pemerintah untuk dapat memperbaiki kualitas laporan keuangan. BPK memberikan saran masukan kepada Pemerintah dan Pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah apa yang tepat untuk memenuhi saran masukan tersebut.

Proses pemeriksaan berlanjut dengan disampaikannya Konsep Hasil Pemeriksaan (KHP) atas LKPP dari BPK kepada Pemerintah. Pada KHP LKPP Tahun 2021, terdapat 31 temuan pemeriksaan dan 64 rekomendasi yang disampaikan BPK dengan mencantumkan tanggapan Pemerintah pada forum rapat pembahasan temuan pemeriksaan dan juga kesepakatan-kesepakatan pada HLM sebagai rekomendasi yang disarankan kepada Pemerintah dari BPK. Dari KHP, Pemerintah diminta untuk memberikan tanggapan dalam waktu yang terbatas sekaligus sebagai rencana aksi (action plan) untuk perbaikan peningkatan kualitas laporan keuangan ke depannya. Pada tanggal 24 Mei 2022, Menteri Keuangan selaku perwakilan Pemerintah menyampaikan tanggapan dan rencana aksi ini kepada Ketua BPK dalam acara Exit Meeting Pemeriksaan LKPP Tahun 2021 sekaligus penyampaian LKPP Tahun 2021 (Audited).

Menindaklanjuti tanggapan dan rencana aksi Pemerintah atas KHP LKPP, BPK menelaah dokumen ini dan melakukan beberapa prosedur konfirmasi untuk memastikan kembali kesesuaian dengan pembahasan dan hasil kesepakatan sebelum-sebelumnya. Hasil telaah ini yang kemudian menjadi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP sebagai output final proses pemeriksaan BPK. Pada LHP LKPP Tahun 2021, BPK menyampaikan 27 temuan pemeriksaan terkait kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta 54 rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Dari keseluruhan temuan pemeriksaan tersebut dan mempertimbangkan materialitas serta dampak dari temuan-temuan tersebut, BPK memberikan opini WTP.

Dari perjalanan 60 konsep temuan pemeriksaan menjadi 31 temuan pada KHP LKPP dan dilanjutkan menjadi 27 temuan final pada LHP LKPP menunjukkan adanya progres dari negosiasi Pemerintah dan BPK untuk menyepakati mana saja yang menjadi catatan untuk perbaikan LKPP di masa mendatang. Dalam LHP LKPP Tahun 2021, BPK telah memberikan catatan untuk beberapa isu strategis yang menjadi temuan pemeriksaan seperti penentuan kriteria program PC-PEN, insentif dan fasilitas perpajakan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja Pemerintah, pelaporan akrual transaksi perpajakan, piutang pajak, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), sisa dana investasi Pemerintah dalam rangka IPPEN, kewajiban jangka panjang pensiun, dan penatausahaan putusan hukum. Catatan ini menjadi penting untuk diperhatikan Pemerintah ke depannya untuk dapat mempertahankan opini WTP atas LKPP.

Mengutip pernyataan dari Presiden USA ke-35, John Fitzgerald Kennedy (JFK),  “Let us never negotiate out of fear. But let us never fear to negotiate. (Jangan pernah kita bernegosiasi karena takut. Tapi marilah kita tidak pernah takut untuk bernegosiasi.)”. Pernyataan ini cukup relevan dengan keahlian negosiasi yang diperlukan dalam proses pemeriksaan LKPP. Sebagai penyusun laporan keuangan dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari pemeriksa, tidak dapat dipungkiri adanya ketakutan untuk dapat berhadapan dan menjelaskan dengan baik atas suatu isu yang menjadi temuan pemeriksaan. Namun, jika telah dibekali dengan keahlian negosiasi yang baik dan tentunya data-data pendukung terkait yang valid, maka ketakutan seperti turunnya capaian opini atau bertambah besarnya suatu permasalahan tidak akan terjadi. Ke depannya, keahlian negosiasi ini perlu menjadi hal yang diperhatikan oleh pimpinan di samping tentunya keahlian teknis untuk dapat dikembangkan pada setiap SDM yang terlibat dalam proses penyusunan laporan keuangan. Dengan keahlian negosiasi dan teknis yang mumpuni pada dua sisi, diharapkan pada proses penyusunan dan pemeriksaan LKPP pada masa mendatang, kualitas laporan keuangan menjadi semakin meningkat dan lebih baik lagi.  

Ditulis dalam rangka Penugasan pada Subdirektorat PLKPP circa Tahun 2022

Keteladanan Horizontal

Dalam organisasi, seringkali pimpinan yang sering dituntut untuk dapat memberikan contoh keteladanan bagi para staf di jenjang yang di bawahnya. Keteladanan menjadi salah satu unsur pembentuk budaya kerja yang positif. Budaya kerja positif tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi. Oleh karena itulah, pimpinan diharapkan selalu bertindak dan berperilaku yang baik untuk dapat dicontoh oleh para bawahannya sebagai teladan, apalagi kode etik juga telah mengatur demikian, inilah keteladanan yang turun dari atas menyebar ke bawah.

Lalu bagaimanakah dengan keteladanan pada level yang sama? Pada tataran level sesama pelaksana, perlukah ada keteladanan? Cukupkah saja organisasi bertumpu pada keteladanan secara vertikal dari atasan kepada bawahan?

Berkaca dari pengalaman saya selama bekerja sekitar 10 tahun ini di DJPb, Kemenkeu, keteladanan pada level yang sama itu masih belum diinternalisasikan secara intens. Padahal organisasi itu layaknya bangunan piramida yang tersusun mulai dari level bawah yang lebih luas. Tentunya jumlah pelaksana lebih banyak daripada pejabatnya dan jumlah yang mendominasi inilah menjadi mayoritas. Jika keteladanan pada level yang sama terbentuk dan menyebar lebih luas, tentunya akan berdampak baik lebih masif lagi. Keteladanan tidak hanya bisa dalam arah vertikal saja, tetapi horizontal pada level yang sama.

Walaupun belum intens dan tidak banyak dibahas mengenai keteladanan horizontal ini, sebenarnya contoh perilaku keteladanan horizontal telah banyak saya temui sepanjang masa saya bekerja. Pegawai yang lebih senior telah memberikan contoh bagaimana keteladanan horizontal itu ada dan menyebar lebih masif pada kalangan sesama pelaksana daripada bergantung pada keteladanan dari pimpinan atau yang tadi saya sebut keteladanan vertikal.

Keteladanan horizontal yang saya temui berupa tindakan-tindakan yang dapat menjadi contoh perilaku positif dan membentuk budaya kerja yang patut untuk ditiru pada pegawai lainnya. Saya dapati pada banyak senior telah memberikan contoh baik yang kemudian saya ambil dan tiru saat bekerja. Jika kita menemukan contoh yang baik dalam bekerja dan melihat langsung bagaimana hal tersebut berpengaruh positif pada capaian organisasi, hal ini sudah sepatutnya untuk dapat kita tiru dan melanjutkan budaya positif tersebut. Keteladanan menjadi tidak bergantung pada pimpinan, tetapi kita bisa membentuk budaya kerja positif dengan menyebarkan contoh perilaku yang baik. Membuat perubahan itu akan lebih mudah jika kita mulai dari diri sendiri bukan bergantung dari orang lain.

Hal yang paling menonjol dari contoh keteladanan horizontal yang saya dapati terkait profesionalisme. Saya meniru bagaimana etos kerja senior dalam menyelesaikan penugasan yang diberikan dan memberikan hasil terbaik. Kedisiplinan menjaga ketepatan waktu baik itu dalam kehadiran harian atau pada forum-forum rapat juga dapat terwujud jika semua pihak melakukan hal yang sama. Hal lainnya juga saya dapati saat senior mendapat penugasan lain di luar tugas pokok dan fungsi yang melekat, tetap dijalankan sebaik mungkin dan dikoordinasikan dengan baik. Contoh keteladanan dalam bekerja tim juga saya tiru, bahwa tidak bisa bergerak sendiri-sendiri, tetapi juga menggerakkan anggota tim lainnya yang telah ditunjuk untuk turut bekerja sama mencapai target organisasi. Sharing knowledge atau berbagi wawasan pengetahuan teknis juga menjadi hal yang saya tiru dari senior saya, sehingga keberlanjutan tugas-tugas organisasi dapat dipastikan tanpa bergantung pada orang-orang tertentu saja.

Saya dapat menjadi contoh teladan yang baik bagi pegawai yang lebih junior karena saya belajar dari apa yang saya amati dan tiru dari para senior yang terlebih dahulu memberikan keteladanan horizontal. Keteladanan horizontal jelas memiliki dampak positif bagi saya pribadi dan inilah yang kemudian hendak saya sebarkan juga dalam lingkup tempat bekerja saya saat ini. Terbayang jika keteladanan horizontal ini dapat menyebar luas dan banyak pegawai yang kemudian menjadi contoh di tempatnya masing-masing, tentunya hal ini akan membentuk lingkungan dan budaya kerja yang lebih baik untuk menunjang capaian organisasi.

Ditulis dalam rangka pemilihan pegawai teladan Direktorat APK Tahun 2021.

Memahami Akuntansi

Tidak semua orang dapat memahami mengenai akuntansi. Akuntansi termasuk ilmu dan pekerjaan teknis yang dilakukan oleh segelintir orang dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Tidak semua orang harus mengerti, memahami, dan dapat melakukan apa-apa yang dikerjakan oleh seorang akuntan. Akuntan dalam melakukan pekerjaannya lebih disoroti pada hasil akhirnya, yaitu laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban dari kinerja keuangan organisasi yang dapat diukur secara materiil. Pengguna laporan keuangan membaca dan menyimpulkan dari informasi keuangan yang telah tersaji di dalamnya. Dari informasi ini, laporan keuangan dapat digunakan menjadi sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan. Laporan keuangan menjadi produk akhir yang mempunyai peran penting dan strategis, tetapi tidak banyak yang tahu bahwa di dalam penyusunannya itu ada proses akuntansi berjalan dan tangan-tangan akuntan yang telah mengambil peran.

Banyak pihak yang sering memandang akuntansi sebelah mata. Akuntansi dianggap sebagai proses klerikal untuk mengolah rangkaian data-data transaksi keuangan menjadi suatu laporan. Proses akuntansi dianggap berjalan dengan sendirinya secara sistematis dan aturan-aturan sebagai standar telah jelas untuk diterapkan. Sekilas tampak akuntansi sebagai disiplin ilmu yang serupa dengan ranah eksakta yang semuanya menerapkan kalkulasi angka-angka. Namun, banyak yang lupa dan tidak tahu bahwa akuntansi itu adalah seni dan rumpun keilmuannya termasuk dalam ilmu sosial, bukan ilmu pasti.

Dilihat dari sejarahnya, akuntansi terbentuk dari produk kebudayaan manusia yang telah berlangsung sejak zaman dulu kala. Interaksi antar manusia dalam perdagangan memunculkan keharusan dilakukannya pembukuan untuk mengetahui posisi keuangan. Dari pembukuan inilah, laporan keuangan kemudian disusun dan disajikan bagi para pemangku kepentingan. Berdasarkan praktik-praktik akuntansi yang lazim digunakan, standar-standar akuntansi dibuat dan ditetapkan sebagai acuan untuk penyeragaman dan perbandingan. Akuntansi perlahan-lahan berkembang dengan semakin kompleksnya transaksi-transaksi keuangan pada zaman yang lebih modern.


Walaupun ranah ilmu akuntansi telah banyak berkembang, tetapi tetap ada prinsip-prinsip dasar yang harus digunakan. Pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) misalnya, prinsip yang pertama kali diuraikan oleh Luca Pacioli ini masih diterapkan hingga sekarang dengan digunakannya dua elemen untuk mencatat setiap transaksi, yaitu debet dan kredit. Dua elemen ini harus seimbang hingga membentuk neraca yang memunculkan persamaan baku, aset adalah jumlah dari kewajiban dan ekuitas. Seorang akuntan pastinya sangat memahami kaidah ini dan keseimbangan debet-kredit ini dapat diibaratkan seperti yin-yang yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Sebagai ilmu yang terbentuk dari hubungan sosial-ekonomi antar manusia, akuntansi tidak bisa kaku untuk diterapkan. Di sinilah posisi akuntansi yang bisa dianggap sebagai suatu seni yang mendasarkan pada logika matematik. Kaidah baku tetap harus menjadi acuan, tetapi tetap akan ada pengecualian yang telah disepakati bersama untuk menyesuaikan dengan beberapa kejadian tertentu. Dalam pembahasan ilmu akuntansi, terdapat beberapa pilihan cara untuk menyajikan suatu pos pada laporan keuangan dan setiap organisasi bisa jadi memilih cara yang berbeda-beda. Perbedaan cara inilah yang harus dapat dijelaskan dalam kebijakan akuntansi yang menjadi penambah catatan atas laporan keuangan.

Akuntansi sebagai seni juga tampil dalam prinsip lainnya yang harus dipenuhi, yaitu substance over form (substansi mengungguli bentuk). Prinsip ini memperlihatkan akuntansi sebagai ranah ilmu yang tidak bisa dikekang dengan aturan hukum yang membatasi penyajian laporan keuangan. Apabila suatu peristiwa memang diindikasikan sebagai transaksi ekonomis yang dapat mempengaruhi suatu organisasi, maka akuntansi mewajibkan peristiwa ini untuk dicatat, walaupun dasar hukum yang mengaturnya belum ditentukan. Pada praktiknya akuntansi terus berkembang sesuai dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat dan prinsip ini menjadi dasar untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang belum diatur aspek legalitasnya.

Bisa dikatakan sebenarnya akuntansi adalah ilmu yang menarik, terdapat perpaduan dua bidang di dalamnya. Pada satu sisi akuntansi mempergunakan banyak logika matematik untuk memformulasikan laporan keuangan, satu sisi lainnya masih ada ruang yang disediakan untuk pengembangan standar agar dapat mengakomodasi perubahan sosial-ekonomi pada masyarakat. Mempelajari akuntansi juga tidak serumit mempelajari disiplin ilmu teknik yang sangat mempergunakan kalkulasi eksakta. Sederhananya yang dibahas dalam akuntansi sehubungan dengan penyusunan laporan keuangan adalah pembahasan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan suatu pos dalam laporan keuangan. Cukup mengerti dan memahami mengenai empat proses ini, maka seorang akuntan sudah dapat menyusun laporan keuangan.

Tantangan bagi praktik akuntansi selanjutnya adalah bukan hanya sekadar menyusun laporan keuangan sesuai standar. Ada karakteristik kualitatif yang harus dipenuhi agar laporan keuangan mempunyai nilai kemanfaatan yang tinggi. Suatu laporan keuangan dapat dinyatakan berkualitas jika telah memenuhi nilai relevansi, keandalan, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Empat karakteristik kualitatif ini akan membantu pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan yang tepat.

Akuntansi tidak seharusnya dipandang sebelah mata. Kebanyakan orang sering hanya fokus memperhatikan pada laporan keuangannya, tetapi tidak melihat proses akuntansi yang berjalan untuk menyusun sebuah laporan keuangan. Laporan keuangan yang baik merupakan produk dari sistem dan standar akuntansi yang telah berjalan dengan baik juga. Membaca laporan keuangan hanya pada angka finalnya tanpa disertai membaca catatan atas laporan keuangan akan rentan memberikan persepsi yang keliru.

Akuntansi juga sering diidentikkan dengan praktik klerikal yang kaku tidak memberikan ruang untuk perkembangan. Jika seorang akuntan tidak peka dengan isu sosial-ekonomi yang mempengaruhi laporan keuangan, maka akan ada ketidaklengkapan penyajian yang berdampak pada tidak dapat dipergunakannya laporan keuangan untuk pengambilan keputusan yang tepat. Oleh karena itu, tuntutan perkembangan zaman ini mengharuskan akuntan untuk dapat selalu menambah wawasan terkini.

Seorang pimpinan seharusnya memberikan perhatian yang lebih untuk proses akuntansi yang berjalan pada organisasinya. Terlebih untuk organisasi sektor publik seperti pemerintahan. Tuntutan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara harus dapat disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah juga berperan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan representasi masyarakat pada periode tertentu. Dengan penyajian yang telah memenuhi karakteristik kualitatif, laporan keuangan dapat dijadikan alat pengambilan keputusan yang tepat bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengevaluasi peristiwa yang telah lalu dan merencanakan lebih matang untuk masa depan.

Tidak semua orang perlu memahami mengenai akuntansi memang. Namun, dengan pentingnya membaca laporan keuangan untuk dapat menilai atau pun mengambil keputusan yang tepat, minimal ada pemahaman dasar-dasar akuntansi yang memadai untuk para pembaca laporan keuangan. Penggunaan laporan keuangan pada zaman ini masih tetap relevan dalam pengambilan keputusan, apalagi di era sekarang ini harus berbasis data untuk dapat lebih berkembang. Akurasi, validitas, dan kecepatan dalam proses penyusunan laporan keuangan harus terus menerus diperbaiki dan disempurnakan, sehingga laporan keuangan dapat menyajikan posisi keuangan yang lebih on-time dan realistis menunjukkan hasil yang paling terkini. Perbaikan-perbaikan ini diharapkan juga akan lebih memudahkan laporan keuangan untuk dapat dibaca oleh orang yang awam tentang akuntansi (accounting for not the accountant). Dengan begitu, akuntansi sebagai proses untuk menyusun laporan keuangan dapat dipahami oleh berbagai kalangan, tidak hanya akuntan atau analis keuangan saja.

Ditulis dalam rangka Penugasan pada Subdirektorat PLKPP circa Tahun 2019