maaf kawan, aku lama tak memberikanmu kabar

Dunia ini penuh hiruk pikuk dengan beragam laku manusia yang semakin lama terus bertambah bagai buih di lautan. Aku dan kamu adalah segelintir bagian yang teramat kecil dari kumpulan buih-buih itu.

Dulu kita bisa begitu lekat bersama, namun gelombang ombak senantiasa riuh timbul tenggelam tak tentu. Hingga di suatu titik tanpa kita sadari, kini telah terentang jauh jarak antara aku dan dirimu. Kumpulan buih yang dulu mengumpul satu itu, terpencar ke segala penjuru tak tentu di manakah itu. Tidak ada yang bisa memastikan kelanggengan kebersamaan, selain kehendak mutlak dari Yang Maha Kuasa untuk merenggang dan mempereratkannya kembali..

Lalu, dunia ini lucunya juga mengalihkanku penuh untuk  benar-benar mengacuhkanmu berbeda dengan jaman yang dulu ada. Aku terdampar pada bagian dunia yang antah berantah, disibukkan dengan berbagai persoalan yang kian rumit dan sering bertambah menjadi-jadi. Aku mendadak lupa. Namun, pada kala tertentu sekelebat memori melintas mengusikku menggodaku untuk mengingat kenangan lama.

Aku rindu bersamamu, kawan. Teramat sangat. Aku baru pahami itu sekarang ini. Ah, dulu betapa berharganya masa yang kita lalui bersama. Aku jadi sering melamun. Andaikah yang dulu bisa kembali terasa dan terbangkitkan lagi?

Pedih untuk mengungkit hal ini di saat dunia memperlihatkan kebengisannya yang sebenar-benarnya. Maka, aku tepis kepedihan ini dengan mengalihkannya. Sekejap aku ingat akan kebersamaan dalam memori dan seketikanya pula kucampakkannya kembali.

Aku kembali pada pola keseharian yang terus menerus dijalani. Jalani dan biar waktu melintas cepat tanpa terasa. Aku tergerus dalam pergerakan masa yang kian kencang. Aku hampa, kawan. Dalam bergerak itu aku tak menentukan tujuan, pun untuk berkuasa mengendalikannya. Aku biarkan saja keadaan memperlakukanku sekenanya.

Apa yang salah. Aku selalu menanyakan hal ini. Aku terjebak pada sempitnya cara berpikirku sendiri. Ya, kesendirian itu perlahan membunuhku. Aku butuh kawan sepertimu untuk mengingatkan di saat ada salah terbuat, mendorong kekuatan untuk membangun kebaikan, atau setidaknya bersama menikmati fitrah alami manusia untuk berkumpul sesamanya.

Aku teramat egois. Yang kupikirkan rupanya hanyalah tentang aku, aku, dan semua hal yang berkutat tentang keakuan ini. Aku sadar satu kesalahan yang teramat fatal padahal ia adalah hal yang sederhana saja sebenarnya.

Aku tidak menanyakan bagaimana kabarmu, kawan. Kabar tentangku juga urung takkusampaikan kepadamu. Jika antara kita tak saling mengetahui kabar satu dengan lainnya, bagaimanakah suatu jalinan itu masih bertahan?

Kita biarkan keadaan diri kita bagai buih yang tersebar sporadis memencar dan tak tahu bagaimana, di mana, dan seperti apa keadaan yang lainnya. Aku paham bahwa jarak dan segala hal yang memang tak dinyana menjauhkan kita itu mau tak mau harus dipahami dan dijalani. Bahkan pun sangat mungkin waktu memberikan rentang perubahan yang drastis antara kondisi kita dulu dengan sekarang.

Lewat tulisan pengiba hati ini, aku sadurkan permohonan maaf kepadamu, kawan. Begitu lama kita telah abai bertukar kabar dan saling bercerita. Akulah yang seharusnya berniat untuk memulai menanyakannya terlebih dahulu. Di saat seperti ini terasa benar betapa berharganya peran kawan dalam kehidupan.

Pada dunia yang kita jalani ini, kawan, tak bisa hanya terus-terusan berpikir tentang kepentingan pribadi saja. Manusia tercipta untuk saling membutuhkan dan tak bisa hidup sendiri. Kawan akan ada di saat suka untuk berbagi dan duka untuk bangkit bersama.

Maaf kawan, sekali lagi aku haturkan. Kabarmu kini bagaimanakah? Semoga tak sesendiri seperti yang kurasakan kini…

(Painan, 2 Maret 2015)

14 respons untuk ‘maaf kawan, aku lama tak memberikanmu kabar

      • Lahiya, gue kan skrg sdh resmi jd pengangguran. Msh banyak waktu lowong, sayang klw ga dipake buat update blog. Haha, andai update blog berduit, pasti makin rajin 😀

        Nulis aja terus, biar tersalurkan kegalauannya. Drpd dipendam jd penyakit. Heheee

Tinggalkan Balasan ke wiblackaholic Batalkan balasan